Praktik lapangan itu seperti drama kehidupan. Apalagi buat mahasiswi kebidanan. Mulai dari bangun pagi buta, hadapi ibu melahirkan yang badmood, sampai nyari sinyal buat laporan, semua penuh tantangan. Dan di artikel ini, kita bakal bahas kisah perjuangan mahasiswi kebidanan saat praktik lapangan yang nyata, jujur, lucu, dan pastinya relate banget. Kamu yang udah atau bakal praktik pasti angguk-angguk paham (atau ketawa sambil nangis).
Apa Itu Praktik Lapangan Mahasiswi Kebidanan?
Sebelum kita masuk ke kisah seru, mari kita bahas dulu nih, sebenarnya praktik lapangan itu apa sih?
“Praktik klinik adalah fase penting dalam pendidikan kebidanan. Di sinilah mahasiswa mengaplikasikan teori menjadi keterampilan nyata,” – dr. Lestari Arimbi, M.Keb, dosen senior kebidanan di Medan.
Intinya, praktik lapangan itu semacam training sebelum dilepas ke dunia nyata. Mahasiswi belajar menangani ibu hamil, membantu proses persalinan, merawat bayi baru lahir, bahkan menghadapi drama keluarga pasien. Dan ya, semuanya dilakukan dengan penuh tanggung jawab, tapi juga… penuh cerita kocak dan haru.
Babak 1: Hari Pertama, Seragam Masih Licin, Muka Masih Glowing
🤱 Realita vs Ekspektasi: Lebih dari Sekadar Pegang Perut
Hari pertama praktik itu seperti hari pertama sekolah—penuh harapan, tapi langsung disambut kenyataan. Mahasiswi datang dengan seragam licin hasil setrika uap, wajah full bedak, dan semangat 1000%. Tapi baru satu jam, sudah disuruh bantu cebokin bayi, ambil darah, dan nyiapin alat steril. Glowing langsung hilang, diganti keringat dan masker bau alkohol.
“Waktu saya lihat darah pertama kali, saya ngira itu adegan sinetron. Ternyata, itu bagian dari kerjaan sehari-hari,” – Rika, mahasiswa tingkat 3
Belum lagi kalau shift-nya malam. Udah ngantuk, masih harus siaga kalau ibu hamil kontraksi. Dan percaya deh, kontraksi itu gak kenal jam tidur.
Babak 2: Dari Menangis Diam-diam sampai Ketawa Sendirian
😭 Drama Emosional Setiap Hari
Mahasiswi kebidanan itu harus kuat mental. Bukan cuma karena harus bangun pagi, tapi juga karena tiap hari ketemu cerita yang bikin hati campur aduk. Kadang pasien galak, kadang keluarga cerewet, kadang ibu hamil nangis karena takut. Belum lagi, kalau si bayi gak nangis pas lahir, jantung ikut berhenti sebentar.
“Ada ibu muda yang lahiran sambil pegang tangan saya. Dia bilang saya kayak anaknya sendiri. Saya nangis waktu dia peluk saya setelah bayi lahir,” – Ayu, praktikan di puskesmas desa
Momen kayak gitu yang bikin lelah jadi gak berasa. Dan percaya gak, kadang cuma makan madu mongso di sela shift bisa bikin mood naik lagi. Makanan manis, hati pun jadi manis.
Babak 3: Makan Sosis Solo, Ngantuk, Tapi Harus Siaga
🍴 Nasi Bungkus dan Cemilan Penyelamat Hidup
Mahasiswi praktik itu jago multitasking. Bisa megang bayi sambil diskusi kelompok, atau nyuapin temen sambil bikin laporan SOAP. Tapi yang paling penting: selalu ada stok sosis solo dan kue lapis surabaya di tas.
Soalnya shift malam itu rawan lapar akut. Kadang jam 2 pagi, saat pasien mendadak kontraksi, perut juga ikutan demo.
“Gak ada yang bisa ngalahin nikmatnya makan kue lapis surabaya bareng temen satu tim habis bantu persalinan. Rasanya kayak menang lotre,” – Nindy, mahasiswa kebidanan semester akhir
Babak 4: Ukiran Jepara, Keripik Bayi, dan Cerita Lokal yang Bikin Belajar Jadi Kaya Rasa
🌾 Lokalitas dalam Praktik: Belajar dari Masyarakat
Khusus praktik di desa, ada pengalaman unik yang gak bisa kamu dapetin di buku. Misalnya, ketika bidan setempat ngajarin kamu menggunakan daun sirih dan ramuan tradisional untuk perawatan pasca-melahirkan. Atau saat kamu bantu persalinan di rumah dengan lantai kayu dan dinding penuh ukiran Jepara.
Di situ, kamu sadar bahwa jadi bidan bukan cuma soal medis, tapi juga soal empati, budaya, dan pendekatan personal.
“Saya belajar lebih banyak tentang kehidupan di praktik desa. Ilmu kampus ketemu realita. Kita gak hanya menolong, tapi juga mendengarkan,” – Fitri, mahasiswa praktik di daerah Jawa Tengah
Babak 5: Dari Klinik ke Jembatan Suramadu: Perjalanan Panjang Penuh Arti
🚑 Mobil Ambulans dan Drama di Jalan
Salah satu kisah paling dramatis datang dari praktikan yang dapat giliran di klinik dekat pesisir. Saat pasien darurat harus dibawa ke rumah sakit rujukan, mereka naik ambulans lintas kota melewati Jembatan Suramadu tengah malam.
“Bayangin naik ambulans, ibu hamil teriak-teriak, dan saya pegang tangannya sambil baca doa. Itu bukan drama, itu kenyataan,” – Mira, mahasiswa praktik di Bangkalan
Setelah itu, rasa lelah langsung berubah jadi bangga. Karena ternyata, mereka bisa. Mereka sanggup. Bahkan di tengah situasi paling menegangkan.
Babak 6: Laporan Praktik yang Bikin Mata Juling, tapi Hati Bahagia
📑 Dokumentasi dan Evaluasi
Jangan kira habis bantu lahiran, bisa langsung rebahan. Belum! Ada laporan, ada refleksi, ada evaluasi dari pembimbing. Kadang, satu pasien bisa bikin kamu nulis lima halaman laporan.
Tapi anehnya, capeknya terasa nikmat. Karena di setiap kalimat laporan itu, ada kisah. Ada perjuangan. Ada pelajaran yang gak bisa diulang.
Dan jangan lupa, sesekali diselingi ngemil kerupuk lidah buaya dari teman yang praktik di Kalimantan. Rasa unik, cerita juga makin beragam.
Penutup: Menjadi Bidan Itu Panggilan Hati, Bukan Sekadar Profesi
Dari semua cerita ini, satu hal yang pasti: kisah perjuangan mahasiswi kebidanan saat praktik lapangan bukan hanya tentang laporan dan jadwal shift. Tapi juga tentang tumbuh jadi perempuan kuat, sabar, tangguh, dan penuh kasih.
Mereka belajar bukan hanya dari dosen, tapi juga dari bayi mungil, ibu kuat, dan masyarakat yang menerima mereka dengan tangan terbuka. Mereka menghadapi kelelahan, ketakutan, bahkan rasa tidak mampu—lalu mengalahkan semuanya, satu persalinan demi satu persalinan.